PARA petenun berulang kali mengeja ”subhanallah”, Maha Suci Allah, saat mengerjakan motif kuno yang spektakuler rumit. Demikian pula semua pemakainya. Mereka spontan menyampaikan ”subhanallah” saat melihat hasil karya tenun Lombok yang demikian indah.
Dari ungkapan kekaguman terhadap kehormatan Allah itu, lahirlah motif yang dinamakan subahnale. Motif subahnale berupa rangkaian geometris segi enam laksana sarang lebah dengan isian bunga. Motif ini adalah salah satu motif kuno di Lombok. Kerumitan dan keindahan motifnya dinyatakan dunia.
Kain-kain terbaik itu dipakai untuk upacara eksklusif atau beribadah. Seperti yang dikenakan pasangan Samsudin (30) dan Aliyah (30) yang mengemban upacara di Desa Labuapi, Kecamatan Labuapi, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, pertengahan Oktober lalu.
Pengantin wanita mengenakan kain tenun songket bermotif subahnale bertumpal dipadu kebaya modifikasi yang panjang menjuntai sampai mata kaki. Pengantin pria memakai kain songket motif serupa.
Pasangan bahagia itu tidak sedikit menebar senyum. Meski wajah berdandan peluh, dua-duanya melangkah sarat percaya diri di bawah naungan payung bernuansa emas. Musik tradisional Lombok mendampingi langkah dua-duanya yang diiringi puluhan kerabat, keluarga, dan tetangga.
Dalam masyarakat Lombok, ada tradisi yang dinamakan nyongkolan, yakni pengantin lelaki mengantar pengantin perempuan mendatangi rumah orangtuanya setelah susunan akad nikah dan resepsi dilaksanakan. Rombongan berangkat menumpang mobil kemudian turun guna berjalan kaki saat mendekati lokasi tinggal orangtua pengantin perempuan.
Para pengiring pun mengenakan baju lambung yang tercipta dari kain tenun hitam polos dengan tepi berdandan kain songket dipadu bawahan berupa kain tenun ikat atau songket. Kain ini dikenakan di pinggang dengan pertolongan lilitan sabuk anteng, semacam setagen berupa kain tenun ikat bermotif segitiga.
Lahir hingga mati
Meski telah jauh berkurang karena dalil kepraktisan, kain tenun di Pulau Lombok masih digunakan dalam upacara adat. Seperti pada acara peraq api atau puput pusar bayi, berkuris (mencukur rambut bayi), sorong serah aji krama (penyerahan kain tenun dari family mempelai pria untuk keluarga istri), dan besunat (khitan).
Untuk kebutuhan sehari-hari, kain tenun digunakan untuk menggendong anak, selimut, beribadah, dan penutup jenazah. Pendek kata, sebagaimana kain tenun di belahan Nusantara, kain tenun Lombok pun mewarnai perjalanan hidup seorang insan sejak lahir sampai mati.